
Kendal, 14 Februari 2025 – Kelangkaan gas elpiji subsidi 3 kilogram di Kabupaten Kendal semakin meresahkan masyarakat. Selain sulit didapat, harga gas melon ini juga melambung hingga dua kali lipat dari harga di pangkalan.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kendal, Abdul Syukur dari Fraksi PPP, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan agen gas elpiji 3 kilogram pada Jumat (14/2/2025). Sidak ini turut diikuti oleh anggota Komisi B lainnya, seperti Tardi (Fraksi Golkar), Khasanudin, dan Muhammad Arif Abidin dari Fraksi PKB.
Menurut Abdul Syukur, hasil pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat harus membeli gas elpiji dengan harga jauh di atas rata-rata.
“Ada yang menjual seharga Rp 26 ribu, Rp 30 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp 45 ribu per tabung. Masyarakat tetap terpaksa membeli karena kebutuhan memasak. Begitu juga para pelaku usaha kecil mikro seperti pedagang gorengan, bakul cilok, pentol, dan warung angkringan yang sangat terpukul akibat kelangkaan gas melon ini,” ujarnya.
Beberapa lokasi yang dikunjungi dalam sidak ini antara lain SPBE di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, guna melihat langsung jumlah distribusi harian ke agen. Sidak juga melibatkan perwakilan Pertamina Semarang, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kendal Toni Ari Wibowo beserta jajaran, serta sejumlah agen gas elpiji.
Dalam sidak tersebut, pihak SPBE menyampaikan bahwa keterlambatan distribusi terjadi akibat faktor cuaca yang menyebabkan pengiriman dari Pertamina tertunda setengah hingga satu hari. Sementara itu, pihak Pertamina menyebutkan bahwa sejak munculnya isu penarikan gas elpiji 3 kilogram, mereka telah meningkatkan jumlah pengiriman ke SPBE sebesar 10 persen setiap hari.
Indikasi Permainan Distribusi
Meski ada tambahan pasokan, harga gas tetap melambung di pasaran. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait adanya dugaan permainan dalam distribusi.
“Kenapa gas masih langka dan harganya naik drastis? Siapa yang bermain dalam distribusi ini? Ini yang menjadi fokus utama sidak Komisi B,” tegas Abdul Syukur.
Sidak kemudian berlanjut ke dua agen terbesar di Kendal, yakni Agen H Ali Akbar di Ungup-ungup, Rowosari, dan Agen PT Kerja di Kendal. Namun, masing-masing agen tidak dapat memberikan jawaban yang jelas terkait alokasi kuota ke pangkalan. Bahkan, ditemukan fakta bahwa ada pangkalan yang mendapat kuota besar, sementara lainnya hanya sedikit.
Yang lebih mengejutkan, stok gas di pengecer justru lebih banyak dibandingkan dengan pangkalan resmi. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan tata niaga gas oleh pihak tertentu.
“Tata niaga gas masih semrawut. Tidak adanya sistem rayonisasi di tingkat kecamatan dan desa membuat distribusi gas menjadi tidak terkontrol. Akibatnya, masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan subsidi justru semakin kesulitan,” ungkap Abdul Syukur.
Anggota Komisi B lainnya, seperti Tardi, Khasanudin, dan Muhammad Arif Abidin, juga sepakat untuk terus menelusuri akar permasalahan kelangkaan gas ini.
“Kalau dibiarkan, harga gas melon bisa semakin tidak terkendali. Banyak masyarakat yang mengaku membeli gas bersubsidi dengan harga hingga Rp 45 ribu per tabung. Apakah kita hanya akan diam melihat ini terjadi? Kasihan masyarakat kecil,” pungkas Muhammad Arif Abidin.